Sabtu, 29 September 2012

Pesona Tenunan Kain Adat Sumba

Komhukum (Sumba) - Hembusan angin dari padang sabana Sumba Timur menebarkan aroma segar seakan menceritakan pada pengunjung bahwa Pulau yang berada di provinsi Nusa Tenggara Timur ini masih meninggalkan budaya lokal yang asri.
Begitu pun pemandangan persawahan di Sumba Barat menebarkan pandangan hijau yang mengiindikasikan bahwa daerah ini menyimpan banyak kekayaan alam.

Pesona-pesona budaya yang terlukis dari keindahan Kampung tarung dan geliat para satria saat acara pasola membuat wilayah ini layak disebut daerah wisata budaya.

Di antara tampilan pesona budaya yang ada, terlihat motif-motif kain daerah terpampang jelas di depan rumah warga. Kain tenun Sumba itulah yang terbersit saat kita melihatnya.

Kain tenun Sumba mempunyai keunikan sendiri, mulai dari proses persiapan bahannya. Kain Sumba menggunakan bahan-bahan alami untuk pewarnaan kain tenun Sumba menggunakan berbagai daun dan akar-akaran, karena dengan warna alami ini kain tenun sumba warnanya semakin lama semakin bagus tidak pudar. Pembuatan kain tenun Sumba ini diwarisi secara turun-menurun dari nenek moyang.
(Kain Sumba Saat Dijemur Depan Rumah Warga)
Kain tenun Sumba mempunyai peranan cukup penting dalam kultur adat masyarakat Sumba. Selain sebagai busana sehari-hari, kain tenun Sumba juga dipakai pada pesta atau upacara adat, sebagai mas kawin, dan kain tenun sumba juga digunakan ketika ada upacara kematian.

Ketika seseorang meninggal, terlebih jika ia seorang raja atau keturunannya, ketika dikubur, jasadnya harus dibebat atau dibungkus  dengan kain tenun sumba puluhan bahkan bisa ratusan dalam posisi meringkuk, barulah jasadnya dikuburkan.

Selain hal-hal tersebut, kain tenun Sumba juga digunakan untuk alat tukar dan pembayaran denda. Motif kain tenun Sumba yang  khas bisa dibilang etnik. Pola gambar di atas kain tenun Sumba sarat dengan nilai-nilai religius.
(Seoramg Ibu di Sumba Saat Menenun)
Kain tenun sumba motif kuda adalah lambang kebanggaan, kekuatan dan kejantanan.  Kain tenun sumba motif ayam, melambangkan kehidupan wanita ketika berumah tangga.

Sedangkan kain tenun sumba motif burung kakatua melambangkan persatuan-kesatuan. Motif dan warna tertentu dalam kain tenun Sumba, juga menunjukan strata sosial pemakainya, juga sebagai lambang penghargaan terhadap suku, yang diharapkan dapat menghindarkan mereka dari gangguan alam, bencana, roh-roh jahat dan hal-hal buruk lainnya.

Kain tenun Sumba juga digunakan untuk penghargaan kepada tamu yang datang dari wilayah lain, sebagai penghormatan.
(Hinggi @ Lau Digunakan Saat Penyambutan Tamu)
Kain tenun Sumba dibagi dalam dua jenis, “Hinggi dan Lau”. Kain tenun sumba jenis Hinggi umumnya dikenakan oleh pria dalam tiap upacara adat. ” Hinggi” untuk pria dewasa berukuran sekitar 2 meter dan berfungsi sebagai selendang atau kain yang dililitkan di pinggang.

Warna dominan kain ini adalah merah kecoklatan dan kebiruan. Para bangsawan lebih banyak memakai warna tersebut pertama, sedangkan biru dikenakan lebih banyak oleh rakyat biasa.
(Kain Adat Sumba Dikenakan Saat Upacara Adat)
Jenis kain tenun sumba  kedua, “Lau”, dikenakan sebagai sarung oleh wanita. Kain ini adalah tenun ikat yang kemudian diberi teknik songket lungsi tambah. Sehingga corak yang terlihat di atas kain mirip dengan corak sulam. Di bagian tengah kain tenun sumba  diberikan motif fauna seperti burung, udang, dan lainnya.

Sama dengan kain tenun sumba jenis Hinggi, kain tenun Sumba jenis Lau juga didominasi oleh warna merah kecoklatan, meskipun terdapat juga paduan warna lain. (K-5/el)

0 komentar:

Posting Komentar